… A long with improvement in the motion picture camera, and the development of all root film capable of surviving the fresh mechanism for projecting this images, a new art form was born; ANIMATION. (Frank Thomas & Ollie Johnson)
Satu abad dalam adalah waktu yang teramat singkat dalam konteks
sejarah peradaban manusia yang telah berlangsung lebih dari 5000 tahun.
Namun, dalam usianya yang baru menembus satu abad, animasi modern
(animasi dalam konteks film), seolah menjadi titik kulminasi, atau titik
peras yang mengakselerasi dan mengkonvergensi seluruh upaya manusia
selama ribuan tahun untuk menemukan puncak potensial dari gambar atau
citra bergerak dalam medium yang disebut film. Animasi bahkan melampaui
citra bergerak atas realitas yang hidup (sebagaimana film live shot),
namun lebih dari itu animasi telah memberikan “nyawa” pada gambar atau
benda mati menjadi “ilusi yang hidup”. Satu abad yang lampau animasi
pertama masih terbatas pada ekperimentasi gerak kartunal sederhana di
atas kertas atau papan tulis (drawing base) juga explorasi gerak terbatas pada boneka atau obyek/benda mati yang menjadi cikal bakal stop motion.
Kini di era digital animasi mampu menstilasi realitas yang kompleks dan
mengubahnya menjadi realitas artifisial dalam tingkatan yang tak pernah
terbayangkan seratus tahun yang lalu menjadi sebuah hiper realitas.
Kita kini semakin sulit membedakan mana yang real dan mana yang
artifisial fantasi dalam film yang melebur antara live shot, visual
effect, dan animasi. Manusia melalui animasi seolah menjadi pesaing
Tuhan dalam hal memberikan ruh atau nyawa pada benda yang sebelumnya
diam, mati, menjadi hidup dan memiliki emosi. Bukan dengan meniupkan ruh
atau nafas dalam raga makhuk layaknya Tuhan, melainkan dengan
memberikan ilusi gerak yang hidup dengan memberi sifat seperti manusia
sendiri (anthropomorphism) atas gambar atau benda mati. Maka,
sebagaimana Tuhan menciptaan manusia dalam citraNya, manusia mencitrakan
dirinya melalui animasi.
Satu abad animasi dunia terangkum dalam buku “The World History of
animation” karya Stephen Cavalier. Membaca buku ini seperti membaca
“katalog lengkap animasi” yang mengemas sejarah perkembangan animasi
dunia berserta segala pencapiannya melalui tokoh, film, dan
penemuan-penemuan penting di bidang film dan animasi dari era proto
animasi hingga era digital. Namun sayangnya, dalam satu abad perjalanan
animasi dunia, yang telah diwarnai oleh ratusan bahkan ribuan tokoh dan
ratusan ribu karya animasi yang telah dibuat oleh manusia dari seluruh
dunia, yang sebagian besar didominasi oleh sedikit negara dan diwarnai
oleh banyak negara yang membentang di semua benua, tak satupun nama dan
karya animasi Indonesia disebut dalam buku ini. Jika buku ini dianggap
sebagai cermin perjalanan 100 tahun untuk melihat animasi kita dalam
cermin besar animasi dunia, kontribusi animasi kita ternyata tidak ada
didalamnya, luput dari perhatian dunia. Padahal sejarah animasi kita
telah melewati setengah abad, jika dihitung sejak animasi pertama buatan
anak bangsa “Si Doel memilih” karya Dukut Hendronoto pada tahun 1955.
Apakah animasi kita telah terlambat bukan hanya 50 tahun tapi 100
tahun!?
Lima Babak Animasi Dunia
Stephen Cavalier membagi sejarah animasi dunia ke dalam lima
babak besar yang masing-masing babak memiliki penandanya masing-masing
yang ia sajikan secara kronologis. Lima babak tersebut dimulai sebelum
tahun 1900 atau Pre-1900 (The origin of Animation). Ini
adalah era animasi sebelum film dan kamera serta proyektor modern
ditemukan. Dimulai sejak ditemukannya gambar sekuensial di
dinding-dinding gua di masa pra sejarah, hingga penemuan dan
eksperimentasi mainan optik dan beragam alat yang dipicu oleh publikasi
paper oleh Peter Roger pada tahun 1824 berjudul; “The Persistence of
Vision Regard to Moving Object”. Penemuan tersebut antara lain seperti
Traumatrope oleh seorang fisikawan asal Inggris, John Airton Paris tahun
1825, Phenakitiscope (1831) oleh Josept Plateau asal Belgia, Daedalum
(1834) oleh William Horner asal Inggris yang kemudian dikembangkan oleh
William F Lincoln menjadi Zoetrope pada tahun 1860, hingga penemuan
praxinoscope di akhir abad 19 oleh Charles Emile Reyanud di Perancis
tahun 1877. Babak berikutnya dimulai tahun 1900 – 1927 (Film Animation: The Era of Experimentation).
Ini adalah era awal cinema yang dimulai sejak tahun 1895 setelah Lumire
Brothers memperkenalkan alat yang mereka sebut “Cinematographe” di
Perancis. Eksperimentasi gerak dan teknik serta sinematrografi awal film
animasi berlangsung di era ini. Era yang juga terkenal dengan “silent
film era” berkembang dari Eropa hingga Amerika Serikat. Film animasi
pertama dengan teknik stop frame dibuat oleh orang Inggris bernama
Arthur Melbourne Cooper pada tahun 1899 berjudul; Matches: An Appeal,
hingga animasi panjang pertama (feature animation) oleh Lotte
Reiniger di Jerman berjudul “The Adventure of Prince Achmed”. Di
Amerika, Walt Disney, Emili Cohl, hingga Thomas Edison termasuk generasi
pertama yang mewarnai perkembangan film animasi di negaranya hingga
mendunia. Babak ketiga tahun 1928 – 1957 (Film Animation: The Golden Age of Cartoon).
Ini adalah era emas animasi kartun, baik pencapaian secara komersial,
teknikal, maupun artistik. Era ini sering didentikkan dengan era Disney
karena di era ini Disney mendominasi animasi dunia yang diawali dengan
kesuksesan Steamboat Willie yang melambungkan karakter utamanya; Mickey
Mouse. Hingga animasi panjang berwarna pertama di dunia yang monumental
“Snow White and the Seven Dwarfs yang dirilis tahun 1937. Namun di era
ini juga bermunculan kreator dan animatior dengan karya-karya
animasi-animasi kartun yang populer selain Walt Disney seperti James
Stuart Blackton, Otto Mesmer, Pat Sullivan, Fleicher Brother, Lotte
Reiniger, dll. Di era ini juga bermunculan animasi eksperimental khas
Italia, Prancis, Rusia, Kanada, dsb. Babak ke empat tahun 1958 – 1985 (The Televison Age).
Animasi era televisi dimulai sejak tahun 1958 ketika medium elektronik
baru bernama televisi mulai menggeser dominasi layar lebar di bioskop
sebagai medium baru untuk menikmati film animasi. Animasi hadir di
rumah-rumah dan mulai diproduksi secara serial dan kontinyu. Selain
serial animasi juga merambah iklan komersial di televisi. Di era ini,
animasi jepang yang terkenal dengan anime mulai mendominasi dunia
melalui serial animasi buatan mereka, yang mampu menyaingi dominasi
Amerika Serikat dalam industri animasi dunia. Dan babak ke lima dimulai
tahun 1986 – 2010 (The Digital Dawn). Di era ini, penemuan
teknologi digital turut mempengaruhi perkembangan animasi secara luas
dan dalam banyak aspek. Kemampuan teknologi digital yang mampu
menghadirkan visual yang photo realistik menjadi kekuatan animasi era
ini. Banyak hal terutama dari aspek produksi yang berubah dari era
sebelumnya setelah kemunculan teknologi digital. Penanda besar era ini
adalah dirilisnya animasi 3D panjang pertama Toy Story oleh studio Pixar
pada tahun 1995. Setelah itu laju animasi digital tak terbendung hingga
sekarang.
Visi Animasi
Setelah membaca buku ini, dan melihat perjalanan seabad animasi dunia
dengan segala puncak-puncak pencapaiannya. Kemungkinan apalagi yang
bisa dicapai animasi dimasa depan? Jika mengutip tokoh arsitektur dan
pemikir urban, Alfredo Brillembourg, yang dengan tegas mengatakan bahwa
arsitektur bukanlah tentang bangunan, apalagi hal-hal teknikal dalam
konstruksi arsitektural, melainkan tentang manusia sebagai subyek yang
berbagi ruang tanpa tersekat oleh dinding-dinding bangunan yang semakin
menyempitkan ruang intereaksi antar manusia modern. Maka semestinya
ketika kita mamandang animasi, sudah bukan lagi tentang ilusi gerak yang
menyempitkan dan memenuhi persepsi dan memori kita, apalagi hal-hal
teknikal yang semakin kompleks, melainkan tentang diri kita sendiri,
manusia sebagai subyek, karena kita dapat melihat wajah kita sendiri,
kemajuan peradaban yang telah kita capai, visi juga imaji masa depan,
melalui animasi. Sepertinya visi dan kesadaran itulah yang dimiliki oleh
Walt Disney, Asamu Tezuka, Hayao Miyazaki, atau Norman McLaren melalui
visi animasi yang mereka bangun. Sebab itu mustahil mencari batasan
animasi. Mengutip kata salah satu legenda animasi, Vladimir Tytla; “It was that the possibility of animation is infinite!” Maka mari kita lihat dan raih, kemungkinan-kemungkinan apalagi yang bisa dicapai animasi dimasa depan. (AK)
**Tulisan ini juga dimuat di http://animation.binus.ac.id/2013/10/15/satu-abad-animasi-dunia/