Minggu, 04 Oktober 2015

Resensi Buku "The World History of Animation-Steven Cavalier"

… A long with improvement in the motion picture camera, and the development of all root film capable of surviving the fresh mechanism for projecting this images, a new art form was born; ANIMATION. (Frank Thomas & Ollie Johnson)

Satu abad dalam adalah waktu yang teramat singkat dalam konteks sejarah peradaban manusia yang telah berlangsung lebih dari 5000 tahun. Namun, dalam usianya yang baru menembus satu abad, animasi modern (animasi dalam konteks film), seolah menjadi titik kulminasi, atau titik peras yang mengakselerasi dan mengkonvergensi seluruh upaya manusia selama ribuan tahun untuk menemukan puncak potensial dari gambar atau citra bergerak dalam medium yang disebut film. Animasi bahkan melampaui citra bergerak atas realitas yang hidup (sebagaimana film live shot), namun lebih dari itu animasi telah memberikan “nyawa” pada gambar atau benda mati menjadi “ilusi yang hidup”. Satu abad yang lampau animasi pertama masih terbatas pada ekperimentasi gerak kartunal sederhana di atas kertas atau papan tulis (drawing base) juga explorasi gerak terbatas pada boneka atau obyek/benda mati yang menjadi cikal bakal stop motion. Kini di era digital animasi mampu menstilasi realitas yang kompleks dan mengubahnya menjadi realitas artifisial dalam tingkatan yang tak pernah terbayangkan seratus tahun yang lalu menjadi sebuah hiper realitas. Kita kini semakin sulit membedakan mana yang real dan mana yang artifisial fantasi dalam film yang melebur antara live shot, visual effect, dan animasi. Manusia melalui animasi seolah menjadi pesaing Tuhan dalam hal memberikan ruh atau nyawa pada benda yang sebelumnya diam, mati, menjadi hidup dan memiliki emosi. Bukan dengan meniupkan ruh atau nafas dalam raga makhuk layaknya Tuhan, melainkan dengan memberikan ilusi gerak yang hidup dengan memberi sifat seperti manusia sendiri (anthropomorphism) atas gambar atau benda mati. Maka, sebagaimana Tuhan menciptaan manusia dalam citraNya, manusia mencitrakan dirinya melalui animasi.

Satu abad animasi dunia terangkum dalam buku “The World History of animation” karya  Stephen Cavalier. Membaca buku ini seperti membaca “katalog lengkap animasi” yang mengemas sejarah perkembangan animasi dunia berserta segala pencapiannya melalui tokoh, film, dan penemuan-penemuan penting di bidang film dan animasi dari era proto animasi hingga era digital. Namun sayangnya, dalam satu abad perjalanan animasi dunia, yang telah diwarnai oleh ratusan bahkan ribuan tokoh dan ratusan ribu karya animasi yang telah dibuat oleh manusia dari seluruh dunia, yang sebagian besar didominasi oleh sedikit negara dan diwarnai oleh banyak negara yang membentang di semua benua, tak satupun nama dan karya animasi Indonesia disebut dalam buku ini. Jika buku ini dianggap sebagai cermin perjalanan 100 tahun untuk melihat animasi kita dalam cermin besar animasi dunia, kontribusi animasi kita ternyata tidak ada didalamnya, luput dari perhatian dunia. Padahal sejarah animasi kita telah melewati setengah abad, jika dihitung sejak animasi pertama buatan anak bangsa “Si Doel memilih” karya Dukut Hendronoto pada tahun 1955. Apakah animasi kita telah terlambat bukan hanya 50 tahun tapi 100 tahun!?

Lima Babak Animasi Dunia
Stephen Cavalier membagi sejarah animasi dunia ke dalam lima babak besar yang masing-masing babak memiliki penandanya masing-masing yang ia sajikan secara kronologis. Lima babak tersebut dimulai sebelum tahun 1900 atau Pre-1900 (The origin of Animation). Ini adalah era animasi sebelum film dan kamera serta proyektor modern ditemukan. Dimulai sejak ditemukannya gambar sekuensial di dinding-dinding gua di masa pra sejarah, hingga penemuan dan eksperimentasi mainan optik dan beragam alat yang dipicu oleh publikasi paper oleh Peter Roger pada tahun 1824 berjudul; “The Persistence of Vision Regard to Moving Object”. Penemuan tersebut antara lain seperti Traumatrope oleh seorang fisikawan asal Inggris, John Airton Paris tahun 1825, Phenakitiscope (1831) oleh Josept Plateau asal Belgia, Daedalum (1834) oleh William Horner asal Inggris yang kemudian dikembangkan oleh William F Lincoln menjadi Zoetrope pada tahun 1860, hingga penemuan praxinoscope di akhir abad 19 oleh Charles Emile Reyanud di Perancis tahun 1877. Babak berikutnya dimulai tahun 1900 – 1927 (Film Animation: The Era of Experimentation). Ini adalah era awal cinema yang dimulai sejak tahun 1895 setelah Lumire Brothers memperkenalkan alat yang mereka sebut “Cinematographe” di Perancis. Eksperimentasi gerak dan teknik serta sinematrografi awal film animasi berlangsung di era ini. Era yang juga terkenal dengan “silent film era” berkembang dari Eropa hingga Amerika Serikat. Film animasi pertama dengan teknik stop frame dibuat oleh orang Inggris bernama Arthur Melbourne Cooper pada tahun 1899 berjudul; Matches: An Appeal, hingga animasi panjang pertama (feature animation) oleh Lotte Reiniger di Jerman berjudul “The Adventure of Prince Achmed”. Di Amerika, Walt Disney, Emili Cohl, hingga Thomas Edison termasuk generasi pertama yang mewarnai perkembangan film animasi di negaranya hingga mendunia. Babak ketiga tahun 1928 – 1957 (Film Animation: The Golden Age of Cartoon). Ini adalah era emas animasi kartun, baik pencapaian secara komersial, teknikal, maupun artistik. Era ini sering didentikkan dengan era Disney karena di era ini Disney mendominasi animasi dunia yang diawali dengan kesuksesan Steamboat Willie yang melambungkan karakter utamanya; Mickey Mouse. Hingga animasi panjang berwarna pertama di dunia yang monumental “Snow White and the Seven Dwarfs yang dirilis tahun 1937. Namun di era ini juga bermunculan kreator dan animatior dengan karya-karya animasi-animasi kartun yang populer selain Walt Disney seperti James Stuart Blackton, Otto Mesmer, Pat Sullivan, Fleicher Brother, Lotte Reiniger, dll. Di era ini juga bermunculan animasi eksperimental khas Italia, Prancis, Rusia, Kanada, dsb. Babak ke empat tahun 1958 – 1985 (The Televison Age). Animasi era televisi dimulai sejak tahun 1958 ketika medium elektronik baru bernama televisi mulai menggeser dominasi layar lebar di bioskop sebagai medium baru untuk menikmati film animasi. Animasi hadir di rumah-rumah dan mulai diproduksi secara serial dan kontinyu. Selain serial animasi juga merambah iklan komersial di televisi. Di era ini, animasi jepang yang terkenal dengan anime mulai mendominasi dunia melalui serial animasi buatan mereka, yang mampu menyaingi dominasi Amerika Serikat dalam industri animasi dunia. Dan babak ke lima dimulai tahun 1986 – 2010 (The Digital Dawn). Di era ini, penemuan teknologi digital turut mempengaruhi perkembangan animasi secara luas dan dalam banyak aspek. Kemampuan teknologi digital yang mampu menghadirkan visual yang photo realistik menjadi kekuatan animasi era ini. Banyak hal terutama dari aspek produksi yang berubah dari era sebelumnya setelah kemunculan teknologi digital. Penanda besar era ini adalah dirilisnya animasi 3D panjang pertama Toy Story oleh studio Pixar pada tahun 1995. Setelah itu laju animasi digital tak terbendung hingga sekarang.

Visi Animasi
Setelah membaca buku ini, dan melihat perjalanan seabad animasi dunia dengan segala puncak-puncak pencapaiannya. Kemungkinan apalagi yang bisa dicapai animasi dimasa depan? Jika mengutip tokoh arsitektur dan pemikir urban, Alfredo Brillembourg, yang dengan tegas mengatakan bahwa arsitektur bukanlah tentang bangunan, apalagi hal-hal teknikal dalam konstruksi arsitektural, melainkan tentang manusia sebagai subyek yang berbagi ruang tanpa tersekat oleh dinding-dinding bangunan yang semakin menyempitkan ruang intereaksi antar manusia modern. Maka semestinya ketika kita mamandang animasi, sudah bukan lagi tentang ilusi gerak yang menyempitkan dan memenuhi persepsi dan memori kita, apalagi hal-hal teknikal yang semakin kompleks, melainkan tentang diri kita sendiri, manusia sebagai subyek, karena kita dapat melihat wajah kita sendiri, kemajuan peradaban yang telah kita capai,  visi juga imaji masa depan, melalui animasi. Sepertinya visi dan kesadaran itulah yang dimiliki oleh Walt Disney, Asamu Tezuka, Hayao Miyazaki, atau Norman McLaren melalui visi animasi yang mereka bangun. Sebab itu mustahil mencari batasan animasi. Mengutip kata salah satu legenda animasi, Vladimir Tytla; “It was that the possibility of animation is infinite!” Maka mari kita lihat dan raih, kemungkinan-kemungkinan apalagi yang bisa dicapai animasi dimasa depan. (AK)

**Tulisan ini juga dimuat di http://animation.binus.ac.id/2013/10/15/satu-abad-animasi-dunia/

Kamis, 01 Oktober 2015

Kenapa Animasi "Animasi"? (Mencari definisi animasi)

Banyak definisi mengenai animasi, baik definisi dalam kamus maupun definisi dari para seniman animasi dan pengkaji animasi. Namun tulisan ini hanya membahas beberapa definisi animasi yang dianggap mampu mewakili pengertian animasi yang terus berkembang. Mengkonfirmasi apa yang dikemukakan oleh sejarawan animasi dari Rusia, Linsenmaier (2008); “There is a qualitative difference between animation films made in the past, by living people, for their own purposes, and interpretations advanced about those films by scholars living at a later date”. Argumentasi Linsenmaier terutama untuk masalah interpretasi sejarah yang bisa sangat berbeda karena perkembangan pemikiran (terutama setelah postmodernisme) terkait sumber primer dan sumber sekunder dalam riset sejarah yang harus memperhatikan “konteks” dimana peristiwa sejarah tersebut berlangsung. Sehingga pengertian dan definisi animasi juga terus mengalami perubahan atau pergeseran makna seiring konteks sejarah yang menyertainya dari dulu hingga sekarang. Dalam catatan sejarawan animasi Giannalberto Bendazzi (2007) menyebutkan bahwa;
“between about 1895 and 1910 the term animated was applied to things that today are called live action, which we often group in a distinctly differentcategory. At that time, “animated photography” was the commonterm, and a little later the equally rudimentary phrases moving picture ormotion picture came into use”.
Mari kita mulai mencari pengertian animasi untuk mengkonfirmasi pernyataan Linsenmaiier tersebut pertama melalui pengertian animasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). KBBI mendefinisikan animasi sebagai:
“Acara televisi yang berbentuk rangkaian lukisan atau gambar yang digerakkan secara mekanik elektronis sehingga tampak di layar menjadi bergerak” (http://kbbi.web.id/animasi).
Pengertian tersebut mengkonfirmasi makna animasi yang berkembang di Indonesia di era televisi sejak tahun 70an, dimana pada saat itu tayangan animasi sangat marak dan banyak menghiasi acara-acara televisi terutama animasi buatan Amerika dan Jepang. Dalam konteks “kekinian” pengertian animasi menurut KBBI tersebut disamping sudah tidak sesuai untuk mendefinisikan animasi secara “esensial animasi” sebagaimana yang difahami oleh orang-orang yang serius mengkaji animasi atau para praktisi yang telah lama bergelut didalamnya, pengertian tersebut juga sangat terbatas karena membatasi sekaligus merancukan animasi hanya terbatas sebagai medium televisi. Bayangkan misalnya kita menonton film animasi fenomenal "Inside Out" dari Pixar yang tayang September 2015 Kemarin, maka berdasarkan definisi animasi KBBI, inside Out bukan dikategorikan sebagai "animasi" sampai film tersebut ditayangkan di televisi! ;)
Pengertian tersebut sangat berbeda dengan pengertian animasi dalam kamus Oxford yang mendefiniskan animasi dalam dua pengertian yang jauh lebih komprehensif daripada definisi animasi versi KBBI tanpa membatasi pada satu media tertentu. Definisi animasi menurut kamus Oxford adalah: (1) The state of being full of life or vigour; liveliness. (2) The technique of photographing successive drawing or positions of puppet or models to create an illusion of movement when the film is shown as a sequence; a combination of live action with 3D animation (http://www.oxforddictionaries.com.).

Namun demikian, jika coba dicermati, definisi kamus oxford tersebut lebih melihat animasi dalam aspek “teknis” atau “metode” dan luput untuk melihat animasi sebagai sebuah bentuk “medium” atau “seni” (sebagaimana Walt Disney memandangnya sebagai “The new art form has born”). Definisi yang lebih baik diberikan oleh The Encyclopaedia Britannica. Menurut ensiklopedia britanica, animasi didefinisikan sebagai “Instead of reproducing an illusion of motion, animation creates it (Latin anima translates as ‘the breath of life’, ‘vital principle’ or ‘soul’). Dilanjutkan animasi didefinisikan sebagai “the art of making inanimate objects appear to move”. Definisi lain yang mengkonfirmasi animasi sebagai medium seni tapi dengan sedikit berbeda diberikan oleh organisasi animasi tertua di dunia, ASIFA (Association Internationale du Film d’Animation), yang memandang animasi sebagai seni atau seni animasi, yaitu;
“the art of animation is the creation of moving images through the manipulation of all varieties of techniques apart from live-action methods”. (www.asifa.org)
Yang menarik dari definisi ASIFA tersebut adalah adanya irisan (apart) antara animasi dengan live-action atau dengan kata lain berkaitan dengan realitas (setidaknya film live-action lebih dekat hubunganya dengan realitas daripada film animasi). Animasi adalah medium yang berbeda dengan live-shot. Namun seimajinatif apapun bentuk animasi, tetap memiliki hubungan dengan realitas, tapi sampai sejauh mana hubungan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu atau suatu bahasan mengenai hubungan antara animasi dengan realitas tentu akan lebih baik jika dikaji dalam tulisan yang berbeda. Tunggu saja! (AK)

Memahami Animasi Indonesia Melalui Jalan Sejarah

Pada tahun 1994 terbit sebuah buku karya Giannalberto Bendazzi berjudul; “Cartoons: One Hundred Years of Cinema Animation”. Dalam sejarah animasi, Giannalberto Bendazzi adalah penulis sejarah animasi yang pertama kali menulis buku tentang sejarah animasi, buku karangannya dianggap sebagai buku sejarah animasi pertama yang paling lengkap dan komprehensif, (Pikkov, 2008). Karena peran Bendazzy dalam penulisan sejarah animasi, Bendazzi oleh Timo Linsenmaier, peneliti dan sejarawan animasi asal Rusia, disebut sebagai Vassari-nya animasi (Linsenmaier, 2008). Buku yang berisi sejarah animasi yang lain adalah buku karangan Stephen Cavalier yang terbit tahun 2011 berjudul; “The World History of Animation”. Buku tersebut memuat sejarah lengkap animasi dunia yang lebih mirip sebagai katalog animasi dunia dari masa pre-film hingga digital. Sedangkan di Indonesia belum pernah terbit buku khusus yang membahas tentang sejarah animasi Indonesia secara lengkap dan utuh. Sedangkan buku yang membahas tentang sejarah film telah beberapa kali ditulis dan menjadi kajian para sejarawan yang antara lain ditulis oleh Misbach Yusa Biran hingga Salim Said. Satu-satunya tulisan yang berisi hasil riset sejarah animasi adalah tesis yang dibuat oleh Gotot Prakosa pada tahun 2004 berjudul: “Animasi Indonesia pada Masa Reformasi”. Buku tersebut lebih banyak mengupas sejarah animasi Indonesia era reformasi, dimana era tersebut dalam sejarah animasi dunia adalah era digital (Prakosa, 2004).
Menurut Bendazzi (1994), film animasi telah berkembang pesat meskipun baru satu abad usianya. Dimana awal sejarahnya sama dengan lahirnya sinema pada tahun 1895 oleh Lumiere Brothers di Perancis. Dilanjutkan dengan munculnya “trick film” oleh Georges Mellies pada tahun 1896 setelah melihat pertunjukan “sinematografi” Lumiere tahun 1895. Pada saat itu animasi telah hadir sebagai “trik” namun kehadirannya belum disadari sebagai sebuah film animasi sebagaimana yang dikenal saat ini. Baru empat tahun kemudian, yaitu pada tahun 1899 muncul film animasi pendek (full animation) dengan teknik stop motion pertama di dunia yang dibuat oleh Arthur Melbourne-Cooper yang berjudul “Matches: An Apeal”, yang dilanjutkan dengan animasi berbasis gambar (hand drawn animation) pertama yang dibuat oleh seorang kartunis Amerika James Struat Blacton yang berjudul “Humorous Phases of Funny Faces” pada tahun 1906. Sedangkan film animasi panjang (feature) pertama yang tercatat dalam sejarah adalah animasi siluet “Adventures of Prince Achmed yang diproduksi oleh Lotte Reiniger dari Jerman pada tahun 1926. Animasi kemudian dikenal diseluruh dunia dan menjadi industri besar yang menandai era emas animasi kartun tradisional (golden age of cartoon animation), era ini terutama lahir setelah ditemukan cara untuk mensinkronisasi gambar dan suara sehingga film tidak lagi bisu (silent movie). Penandanya adalah melalui animasi bersuara pertama yang dibuat oleh Walt Disney berjudul Steamboat Willie (rilis 1928) yang mempolulerkan karakter bernama Mickey Mouse. Tetapi momentum besar era ini diawali terutama berkat ketekunan dan kerja keras Walt Disney dan timnya untuk mevujudkan visi besar Disney bahwa animasi dapat menjadi medium visual yang dapat melampui apa yang bisa dicapai oleh film pada masa itu. Visi itu mewujud pada diproduksinya film animasi panjang berwarna (full length colour feature animation) pertama di dunia pada tahun 1937 yang berjudul “Snow White and Seven Dwarft”. Film tersebut berhasil “menglobalkan” nama Walt Disney dan animasi, sehingga Disney dan animasi dikenal di penjuru dunia dan menempatkan animasi sebagai industri yang penting bersama dengan film (live shoot). Animasi yang berawal dari trik sulap dan “divice” yang sederhana di penghujung abad 19, teknik, visual, cerita, media, dan teknologi yang sederhana tersebut selanjutnya dengan cepat berkembang menjadi bentuk yang lebih kompleks di era Disney dan sesudahnya. Bentuk dan kompleksitas animasi terus bertambah terutama setelah ditemukanya televisi sebagai media elektronik baru pada tahun 50an yang menandai era baru dalam animasi yang disebut dengan “era animasi televisi” (television era). Media baru ini menjadi medium bagi animasi terutama animasi serial yang mencapai puncak kejayaannya pada tahun 70an hingga 80an. Momentum besar dalam sejarah animasi berikutnya adalah setelah ditemukanya teknologi digital yang lebih maju pada tahun 80an. Era ini dikenal dengan era digital animation. Digitalisasi animasi berdampak besar pada keseluruhan aspek dalam proses produksi hingga dampak visual yang dirasakan oleh penonton yang sangat berbeda dengan dua era sebelumnya. Animasi 3D pada era ini, yang dimotori oleh Pixar Studio telah berhasil menggeser dominasi animasi 2D tradisional. Setelah itu laju animasi digital dan visual effect sudah tak terbendung hingga kini.
Menurut Halas & Manvell dalam Omar dan Ishak (2011), sifat alami animasi mirip dengan konten televisi dan film lainnya, mereka membawa tema dan gaya yang sebagian besar berasal dari fantasi dan cerita rakyat serta trend artistik pada era waktu ketika masing-masing animasi tersebut diciptakan. Masih menurut Halas & Manvell alur perjalanan film animasi dapat diamati melalui empat tahap utama, yaitu:
1.      Periode awal trik-kerja dan sihir.
2.      Masa pembentukan kartun sebagai produk sampingan untuk hiburan komersial
(1920).
3.      Masa percobaan teknis dan pengembangan animasi dalam
bentuk animasi panjang untuk hiburan (1930 dan 1940).
4.      Periode kontemporer di mana orang melihat banyak ekspansi film animasi ke dalam setiap jenis kemungkinan mulai dari iklan televisi
maupun untuk film instruksional yang sangat khusus.
Namun yang harus disadari dalam mengkaji sejarah, khususnya sejarah animasi berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Sejarawan animasi dari Rusia, Linsenmaier (2008); “There is a qualitative difference between animation films made in the past, by living people, for their own purposes, and interpretations advanced about those films by scholars living at a later date”. Argumentasi Linsenmaier terutama untuk masalah interpretasi sejarah yang bisa sangat berbeda karena perkembangan pemikiran (terutama setelah postmodernisme) terkait sumber primer dan sumber sekunder dalam riset sejarah yang harus memperhatikan “konteks” dimana peristiwa sejarah tersebut berlangsung. Contoh yang cukup jelas untuk mengkonfirmasi pernyataan Linsenmaiier tersebut adalah definisi animasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang mendefinisikan animasi sebagai “Acara televisi yang berbentuk rangkaian lukisan atau gambar yg digerakkan secara mekanik elektronis sehingga tampak di layar menjadi bergerak” (http://kbbi.web.id/animasi). Pengertian tersebut mengkonfirmasi makna animasi yang berkembang di Indonesia di era televisi sejak tahun 70an, dimana pada saat itu tayangan animasi sangat marak dan banyak menghiasi acara-acara televisi terutama animasi buatan Amerika dan Jepang. Pengertian tersebut sangat berbeda dengan pengertian animasi dalam kamus Oxford yang mendefiniskan animasi dalam dua pengertian yang lebih komprehensif dan mendasar daripada definisi animasi versi KBBI. Definini animasi menurut kamus Oxford adalah: (1) The state of being full of life or vigour; liveliness. (2) The technique of photographing successive drawing or positions of puppet or models to create an illusion of movement when the film is shown as a sequence; a combination of live action with 3D animation (http://www.oxforddictionaries.com.). Tulisan yang lebih lengkap mengenai definisi animasi bisa dibaca di artikel “definini Animasi”. (AK)

Referensi
Bendazzi, Giannalberto (1994). Cartoons: One Hundred Years of Cinema Animation. London: John Libbey.
Pikkov, Ulo. (2010), Animashopy; Theoretical Writings on the Animated Film, Estonian Academy of Arts, Estonia.
Prakosa, Gatot (2004), Film Animasi Indonesia pada Masa Reformasi, Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta.
Linsenmaier, Timo (2008), Why animation historiography?, Journal of Animation Studies Vol 3, California Institute of the Arts.